Aku masih terdiam dalam ketidakpercayaanku. Masih belum
percaya bahwa.. itukah kamu? Orang yang kubanggakan di depan orang tuaku, teman-temanku,
semuanya, bahwa kamu sosok baik yang kupilih sebagai patokan. Kamu sosok yang
kukira berbeda, yang akan membahagiakanku nantinya, ternyata kamu diam-diam
menyimpan rencana jahat yang dengan seketika menjatuhkanku ke dasar jurang yang
sangat dalam. Aku tergores banyak ranting, terbentur bebatuan, kesakitan. Tempat
dimana kamu membawaku dan aku berdiri bersamamu, yang kukira adalah surga, ternyata
terdapat sebuah jalan berkelok yang berantara dua jurang. Kamu membiarkanku
berjalan sendiri melewati jalan itu, tanpa kamu menemaniku, tanpa kamu
mengawasiku. Kamu membiarkanku sendirian berjalan di jalan yang kamu pilih
untukku. Jalan yang aku tidak tahu akan mengarah kemana, jalan gelap yang aku
harap terdapat terang disana, jalan yang kukira akan kita lalui bersama. Bagaimana
bisa aku tetap meneruskan permainan yang bukan pertama kalinya? Rasanya aku
masih belum bisa terima. Kamu melakukan kesalahan yang sama bahkan lebih fatal.
Banyak pertanyaan yang ingin aku lontarkan, tapi percuma. Aku sudah tidak
begitu bergairah mempertanyakan tanyaku, karena yang aku tahu pasti: kamu sudah
pergi.
Aku hanya ingin bercerita singkat tentang diriku sendiri
yang belum terlalu kamu kenal. Aku sudah mulai mencintaimu sejak kamu masih
nol, masih belum jadi apa-apa dibanding sekarang. Kamu dulu yang masih
malu-malu, menyapaku saat bertemu saja butuh keberanian. Sosok yang
mencintaiku, peka dengan apapun gelagatku, peduli, perhatian, dan aku tidak
bisa menuliskan betapa bahagianya aku memilikimu saat itu. Betapa beruntungnya
aku memilikimu yang benar-benar menerimaku apa adanya, dengan sikapku yang
seringkali seperti anak kecil, bisa memahamiku yang suka ngambek karena kangen.
Sampai akhirnya saat itu tiba, kita berpisah. Aku berharap kamu akan datang
lagi, aku menunggumu bertahun-tahun. Selama bertahun-tahun itu pula kamu datang
dan pergi tanpa peduli dengan apa yang aku rasakan. Mungkin kamu pikir hal itu
biasa saja, tapi aku menganggap hal kecil yang kamu berikan adalah harapan yang
aku pegang. Ya, aku memang selalu menggabungkan apapun yang terjadi dan
membenarkan diriku sendiri untuk terus berharap. Hingga pada akhirnya aku
sampai pada titik jenuh, aku ingin bahagia tanpa harus melibatkan kamu. Karena yang
aku rasakan selama menunggumu bukan bahagia, tapi malah tersiksa. Aku mengatakan
secara singkat “aku sayang kamu”. Singkat tapi memiliki makna yang luas. Setelah
mengatakan itu aku merasa ringan, aku merasa bisa berjalan dan menemukan cinta
baru. And I did. Mungkin memang hal
itu harus kulakukan sejak dulu, mengatakan perasaanku padamu yang sebenarnya lalu pergi. Aku membagi perasaanku padamu dan aku merasa ringan. Saat itu yang
aku butuhkan hanya kamu untuk mendengarkanku. Aku benar-benar berjalan bahagia dan menemukan penggantimu. Dia membuatku
tersadar bahwa jatuh cinta itu indah. Dia membuatku terbangun, memegang
tanganku dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Aku berhasil jatuh cinta
kepada orang yang bukan kamu. Dia lah yang membuatku terhentak bahwa aku sudah
membuang banyak waktu, tidak seharusnya aku menunggumu selama itu, tidak
seharusnya aku bersedia kamu jadikan pilihan dari beberapa orang sedangkan di
hatiku hanya ada kamu. Dia mengajarkanku semua itu, aku bisa bahagia bahkan
ketika tidak ada kamu.
Hingga akhirnya kamu datang lagi, merebut hatiku kembali,
dan menjanjikan hal yang sudah dari dulu ingin kudengar darimu. Bahkan tanpa
berpikir panjang aku langsung mengatakan “ayo kita mulai berjalan lagi dan
memulainya dari awal”. Dan itulah awal dari semua ini. Awal dari semua
ketidakpercayaanku, keberantakanku, dan seketika mengubah pandanganku
tentangmu. Kamu bermain dibelakangku dan kamu datang di kehidupan orang lain sebagai
perusak. Sedangkan kamu masih dalam ikatan yang seharusnya kamu tepati, bersamaku. Kamu
mencari kesalahanku agar bisa bebas memilih siapapun yang baru datang kan? Kamu
menyiksaku dengan perubahanmu yang drastis dan tiba-tiba. Sekarang aku mengerti
mengapa kamu seperti itu. Kamu menyukai orang lain dan sengaja mengabaikanku
agar aku jenuh terhadapmu dan membiarkanku tersiksa hingga mengakhiri semuanya.
Ya Tuhan, aku merasa seperti tidak ada artinya, aku merasa dibuang. Akulah yang
mencintaimu selama ini, dari dulu, menunggumu, mengabaikan siapapun yang datang
karena yakin kamu akan kembali. Cukup, aku sudah kehabisan kata-kata karena
apapun yang aku katakan tidak akan mengubah semuanya. Kamu pergi dan memilih
yang lain, bukankah sudah cukup jelas? Aku tidak mengerti tentang skenario rancangan
Tuhan. Mungkin Ia sengaja memberiku peringatan agar tidak mencintai seseorang
terlalu dalam. Seperti aku mencintaimu.