Kamis, 26 November 2015

Terima kasih (2)

Aku masih terdiam dalam ketidakpercayaanku. Masih belum percaya bahwa.. itukah kamu? Orang yang kubanggakan di depan orang tuaku, teman-temanku, semuanya, bahwa kamu sosok baik yang kupilih sebagai patokan. Kamu sosok yang kukira berbeda, yang akan membahagiakanku nantinya, ternyata kamu diam-diam menyimpan rencana jahat yang dengan seketika menjatuhkanku ke dasar jurang yang sangat dalam. Aku tergores banyak ranting, terbentur bebatuan, kesakitan. Tempat dimana kamu membawaku dan aku berdiri bersamamu, yang kukira adalah surga, ternyata terdapat sebuah jalan berkelok yang berantara dua jurang. Kamu membiarkanku berjalan sendiri melewati jalan itu, tanpa kamu menemaniku, tanpa kamu mengawasiku. Kamu membiarkanku sendirian berjalan di jalan yang kamu pilih untukku. Jalan yang aku tidak tahu akan mengarah kemana, jalan gelap yang aku harap terdapat terang disana, jalan yang kukira akan kita lalui bersama. Bagaimana bisa aku tetap meneruskan permainan yang bukan pertama kalinya? Rasanya aku masih belum bisa terima. Kamu melakukan kesalahan yang sama bahkan lebih fatal. Banyak pertanyaan yang ingin aku lontarkan, tapi percuma. Aku sudah tidak begitu bergairah mempertanyakan tanyaku, karena yang aku tahu pasti: kamu sudah pergi.

Aku hanya ingin bercerita singkat tentang diriku sendiri yang belum terlalu kamu kenal. Aku sudah mulai mencintaimu sejak kamu masih nol, masih belum jadi apa-apa dibanding sekarang. Kamu dulu yang masih malu-malu, menyapaku saat bertemu saja butuh keberanian. Sosok yang mencintaiku, peka dengan apapun gelagatku, peduli, perhatian, dan aku tidak bisa menuliskan betapa bahagianya aku memilikimu saat itu. Betapa beruntungnya aku memilikimu yang benar-benar menerimaku apa adanya, dengan sikapku yang seringkali seperti anak kecil, bisa memahamiku yang suka ngambek karena kangen. Sampai akhirnya saat itu tiba, kita berpisah. Aku berharap kamu akan datang lagi, aku menunggumu bertahun-tahun. Selama bertahun-tahun itu pula kamu datang dan pergi tanpa peduli dengan apa yang aku rasakan. Mungkin kamu pikir hal itu biasa saja, tapi aku menganggap hal kecil yang kamu berikan adalah harapan yang aku pegang. Ya, aku memang selalu menggabungkan apapun yang terjadi dan membenarkan diriku sendiri untuk terus berharap. Hingga pada akhirnya aku sampai pada titik jenuh, aku ingin bahagia tanpa harus melibatkan kamu. Karena yang aku rasakan selama menunggumu bukan bahagia, tapi malah tersiksa. Aku mengatakan secara singkat “aku sayang kamu”. Singkat tapi memiliki makna yang luas. Setelah mengatakan itu aku merasa ringan, aku merasa bisa berjalan dan menemukan cinta baru. And I did. Mungkin memang hal itu harus kulakukan sejak dulu, mengatakan perasaanku padamu yang sebenarnya lalu pergi. Aku membagi perasaanku padamu dan aku merasa ringan. Saat itu yang aku butuhkan hanya kamu untuk mendengarkanku. Aku benar-benar berjalan bahagia dan menemukan penggantimu. Dia membuatku tersadar bahwa jatuh cinta itu indah. Dia membuatku terbangun, memegang tanganku dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Aku berhasil jatuh cinta kepada orang yang bukan kamu. Dia lah yang membuatku terhentak bahwa aku sudah membuang banyak waktu, tidak seharusnya aku menunggumu selama itu, tidak seharusnya aku bersedia kamu jadikan pilihan dari beberapa orang sedangkan di hatiku hanya ada kamu. Dia mengajarkanku semua itu, aku bisa bahagia bahkan ketika tidak ada kamu.


Hingga akhirnya kamu datang lagi, merebut hatiku kembali, dan menjanjikan hal yang sudah dari dulu ingin kudengar darimu. Bahkan tanpa berpikir panjang aku langsung mengatakan “ayo kita mulai berjalan lagi dan memulainya dari awal”. Dan itulah awal dari semua ini. Awal dari semua ketidakpercayaanku, keberantakanku, dan seketika mengubah pandanganku tentangmu. Kamu bermain dibelakangku dan kamu datang di kehidupan orang lain sebagai perusak. Sedangkan  kamu masih dalam ikatan yang seharusnya kamu tepati, bersamaku. Kamu mencari kesalahanku agar bisa bebas memilih siapapun yang baru datang kan? Kamu menyiksaku dengan perubahanmu yang drastis dan tiba-tiba. Sekarang aku mengerti mengapa kamu seperti itu. Kamu menyukai orang lain dan sengaja mengabaikanku agar aku jenuh terhadapmu dan membiarkanku tersiksa hingga mengakhiri semuanya. Ya Tuhan, aku merasa seperti tidak ada artinya, aku merasa dibuang. Akulah yang mencintaimu selama ini, dari dulu, menunggumu, mengabaikan siapapun yang datang karena yakin kamu akan kembali. Cukup, aku sudah kehabisan kata-kata karena apapun yang aku katakan tidak akan mengubah semuanya. Kamu pergi dan memilih yang lain, bukankah sudah cukup jelas? Aku tidak mengerti tentang skenario rancangan Tuhan. Mungkin Ia sengaja memberiku peringatan agar tidak mencintai seseorang terlalu dalam. Seperti aku mencintaimu.

Kamis, 19 November 2015

Terima kasih

Aku masih duduk menghitung waktu, yang entah sudah berapa juta detik, yang kukira kamu ikut menghitungnya disampingku, ternyata kamu hanya duduk manis sambil melihat apa atau siapa yang ada dibelakangmu. Jadi selama ini aku menghitung sendiri sedangkan kamu hanya duduk manis sambil tersenyum yang bukan ke arahku? Ya Tuhan, sebenarnya permainan apa lagi yang sedang terjadi? Aku sudah menghitung hingga jutaan detik dan perlahan membuatku yakin bahwa kamu tetap duduk disini tanpa pergi lagi. Kukira kamu adalah lautan yang sudah bersih tanpa lumut-lumut yang terlihat menjijikkan di permukaan. Ternyata lumut yang selama ini terlihat hanya mengendap sementara di dalam lubuk hatimu dan menyembul marah ke arahku bahkan sebelum aku menyentuhnya. Aku tetap diam tanpa berlari. Membiarkan lumut-lumut murka tepat didepan wajahku, lumut-lumut yang dulunya memang sudah sering menyakitiku, dan membiarkannya menyiksaku hingga puas. Aku bahkan tidak tahu harus menumbalkan apa lagi agar kamu berhenti datang dan pergi tanpa melihat sudah berapa banyak luka yang kamu ciptakan.

Kini aku menulis cerita tentangmu, lagi. Dengan rasa sakit yang tetap sama. Entah ini rasa sakit yang sama atau lebih sakit, aku tidak begitu yakin. Saking terbiasanya. Aku masih tidak bisa berpikir bagaimana bisa aku tidak menyadari bahwa kamu bersandiwara di belakangku, bagaimana aku tidak bisa berpikir jernih saat kamu tiba-tiba datang lagi sebagai penyembuh luka, bagaimana aku sama sekali tidak berpikir bahwa mungkin saja kamu datang hanya untuk menggores luka yang semakin sakit dari sebelumnya, dan mengapa aku begitu mudah percaya dengan semua yang kamu katakan? Bahkan dengan memberi harapan yang pasti saat datang, kamu masih menganggap seolah aku hanya pilihan yang kamu letakkan di nomor sekian. Lantas akan sejahat apa kamu jika tidak memberi harapan yang pasti? Aku bahkan tidak bisa menebak-nebak apa sebenarnya isi tempurung kepalamu itu, siapa dan apa yang ada disana, rencana manis atau busuk apa, atau bentuk struktur isi kepalamu hingga tidak pernah kehabisan ide untuk membuatku jatuh cinta berkali-kali lalu menyakitinya? Aku merasa seperti orang bodoh karena jatuh cinta berkali-kali kepada orang yang juga memberiku luka berkali-kali. Dan seringkali kamu datang lagi sebagai penyembuh luka. Lucu? Iya. Memang mujarab sekali jika kamu yang datang, karena memang aku mencintaimu. Bukankah seseorang akan bisa melupakan rasa sakitnya jika bersama orang yang dicintainya?

Sekarang aku mendapatkan satu kepastian: kamu berubah dan semakin parah. Perubahan yang membuatku merasa bodoh dan tidak tahu harus mengambil langkah apa lagi di depanmu. Dalam waktu sesingkat ini kamu sanggup menjadi sosok yang menyenangkan sekaligus menyakitkan. Padahal dulu jika aku ditanya seperti apa tipikal pria baik itu, aku menjawab bahwa pria baik itu adalah kamu. Ternyata kamu berubah begitu banyak setelah sekian lama, entah apa dan bagaimana hal itu membuatmu terasa berbeda dimataku. Rasanya jauh dan hambar. Oke, memang manusia tidak mungkin selamanya sama. Bisa saja orang berubah banyak apalagi dalam waktu yang lama. Aku juga akan berubah menjadi orang yang tidak merasakan apa-apa saat memikirkanmu. Aku akan mulai berperan menjadi orang asing yang tidak ada dalam daftar pilihanmu. Ya, seiring berjalannya waktu. Terima kasih sudah membuatku menjadi lebih dewasa. Terima kasih telah membuatku berantakan. Aku mencintaimu, dan kamu kehilangan aku.


 
biz.