Senin, 10 Agustus 2015

Sapaan berjuta kali

Seperti biasa, dia datang sebagai penyembuh luka. Lagi-lagi tersenyum manis dan berkata ringan “boleh aku duduk disini?”. Aku tidak tertegun, tidak tersenyum, juga tidak menolak. Aku memaklumi, dia memang selalu seperti ini. Selalu. Dengan hati yang terasa ringan karena senyumannya aku berkata “duduklah, aku tahu kau hanya singgah.” Akhirnya dia duduk. Aku terus menghitung waktu. Ratusan ribu detik terlewati, waktu belum berhenti dan aku belum merasa lelah ataupun menyerah. Aku masih bergeming, tetap duduk lemas tanpa berani menoleh. Tak bisa kupungkiri bahwa semua berubah sejak dia berkata “hai” untuk kesekian kali. Aku tetap duduk, memejamkan mata karena terlalu lelah. Aku tidak menunggu apapun atau siapapun. Aku hanya bersiap akan dua hal, meringankan hati saat dia berpamitan dan menyiapkan hati saat dia terus duduk disini tanpa pergi lagi. Masih menghitung dalam mata terpejam dan hati yang belum sembuh total, dia akhirnya membuka suara “aku kembali atas lukamu. Aku akan tinggal.” Tanpa menoleh aku menjawab “sementara?”. Dan dia menjawab “belum tahu. Aku ingin terus duduk disini, di kursi ini, berdua denganmu, dan menghitung waktu.” Dia memang berkata "hai" berkali-kali, tapi ini baru pertama kali. Dan ya, aku memiliki plester. Semoga dia menyembuhkan tanpa meninggalkan bekas.

Anita Putri

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

 
biz.